Kembali Mengunjungi Kediri

Saya berkunjung ke Kediri pertama kali sekitar 2002. Setelah itu beberapa kali ke sana karena pada tahun 2005 saya menikah dengan orang Kediri. Sekitaran 2005 sampai 2007 akhir, beberapa kali ke sana, dengan roda dua berjenis Vega R. Saya kurang mengenal kota ini, kurang keliling karena di era itu memang tidak mampu keliling dan piknik-piknik. Sekarang sudah mampu, tapi sendiri, atau paling banter cuman sama Runa Rana, mamanya gak mau ikut karena sudah pisah. Ada rasa penyesalan dalam hati.

Pagi ini saya menyusuri daerah pinggiran Kabupaten Kediri dan Kota Kediri. Ya, Kediri dibagi dua, Kota madya dan Kabupaten, mirip dengan Bekasi.  Dengan motor yang dikenal oleh netizen sebagai motor sok gede, NMAX, saya melewati “Arc De Triomphe” di Simpang Lima, sampai ke tengah kota, tempat saya menginap di sebuah hotel kecil. Dulu saya memang menganggap Kediri itu lebih ndeso dari Gresik, namun sekarang Gresik lah yang jauh lebih ndeso. Dari segi penataan kotanya serta pertumbuhannya. Tentunya Kediri memang lebih luas dari pada Gresik.

Dulu saya cukup kagok untuk menghafal daerah/jalan di tengah kota. Namun dengan google maps, membaca sebentar, langsung paham. Terakhir ke kota ini barangkali 2013, saat ayah mertua meninggal. Kedepannya saya bakalan sering mondar mandir ke kota ini. Semoga nanti bisa ketemu komunitas FOSS atau Kamen Rider Club.

Kehidupan dan Cobaan/Ujian

Mudik kali ini terasa berbeda, saya bisa melihat sudut pandang lain. Saya menyempatkan bertemu dengan beberapa keluarga utama dari ayah dan ibu. Menyempatkan menemui keluarga adik saya. Kurang satu, tidak ketemu adik kecil saya yang memang sepertinya tidak berminat untuk ketemu saya.

Dari pertemuan-pertemuan tersebut, biasanya saya hampir tidak mendapatkan hikmah yang banyak selain dari cerita-cerita mereka. Namun kali ini berbeda. Saya mengingat ujian/cobaan masing-masing terhadap kehidupan mereka.

Ada yang diuji dengan bayang-bayang kesalahan masa lalunya, jauh dari anaknya, dikucilkan saudaranya; ada yang dicoba dengan kemampuan dan kelebihannya, sehingga apapun yang diingikan selalu terpenuhi; ada yang diuji dengan ketidak mampuan ekonomi; ada yang diuji dengan kondisi kesehatannya. Ada yang diuji dengan harus merawat orang tuanya yang sudah tua renta. Ada juga yang harus terus bekerja keras agar anak-anaknya bisa sekolah sampai jenjang yang tinggi. Ada juga yang diuji harus tetap berbakti kepada kedua orang tuanya, sehingga dia tidak bisa bekerja di luar kota.

Ada juga para orang tua-orang tua yang diuji dengan perilaku buruk anak-anaknya; ada yang anaknya bercerai; ada yang diusia tua masih harus membantu anak-anaknya untuk merawat cucu-cucunya; ada yang tidak memiliki anak dan hidup sendiri; ada yang memiliki anak yang sudah berkeluarga namun masih menggantungkan hidup ke orang tuanya dan beraneka ragam lainnya.

Saya mudik memang sengaja “terlambat”, hampir dua minggu setelah lebaran, hampir bertepatan dengan Haul Sunan Prapen. Saya sengaja melakukannya biar orang tua saya tidak kebingungan karena saya membawa istri (baru) setelah pernikahan sebelumnya kandas dikarenakan keegoisan saya.

Mudik sendiri bagi saya tidak berlaku, karena saya sering kali mengunjungi orang tua di beberapa tahun terakhir. Paling lambat dua bulan sekali. Namun mudik kali ini berkesan bagi istri yang orang Jakarta asli. Orang jakarta asli tidak memiliki kampung. 🙂

Istri juga jadi mengetahui sejauh mana tingkat kemiskinan bapak ibu saya. “Tidak terbayangkan sejauh itu”, katanya. Ya begitulah, tapi alhamdulillah anak-anak mereka sudah bisa mandiri semua, sehingga tinggal anak-anaknya membalas budi orang tua walau tidak akan pernah mencukupi.

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Umroh

Belasan tahun lalu, saya tidak yakin akan bisa datang ke Haramain dan selalu kagum ke orang-orang yang bisa berhaji atau umrah di usia muda.

Semenjak kehidupan saya lebih baik, orang tua saya memaksa agar saya daftar haji. Namun saya masih menolak dengan banyak dalih (terutama terkait carut marutnya pengurusan haji). Saya juga melihat mereka seperti merindukan Makkah dan Madinah (walaupun belum pernah ke sana) dikarenakan tiap hari yang ditonton adalah TV Kabel yang menyiarkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi secara langsung. Tiap pulang ke Gresik, yang terpikir adalah segera memberangkatkan mereka umroh dan alhamdulillah sudah terpenuhi.

Continue reading “Umroh”

Menjadi Pengembang BlankOn

Apa itu Pengembang BlankOn?

Pengembang BlankOn adalah manusia-manusia yang aktif berkontribusi dan ingin membangun negeri dengan cara yang berbeda serta keahliah yang berbeda. Mereka terkumpul dalam sebuah kelompok yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menertibkan dunia. Kelompok ini menghasilkan orang-orang yang cerdas, canggih, mandiri serta berbudi pekerti yang luhur. Selain itu menghasilkan efek samping berupa distribusi sistem operasi berbasis Linux dengan cita rasa nusantara. Kegiatan atau proyek tersebut bernama BlankOn.

BlankOn sendiri bisa diterjemahkan topi belangkon, namun kecenderungannya adalah Blank dan On. Di mana artinya dari keadaan ‘mati’ ke ‘nyala/hidup’. Dengan bahasa yang universal “from zero to hero”.

Proyek BlankOn sendiri dimulai sejak Februari 2005.

Kenapa Saya Bergabung dengan BlankOn?

Saat itu, kehidupan saya tidak seperti sekarang. Kondisi masih terlalu awam dan labil. Yang terpikir hanya saya harus belajar hal-hal yang teman-teman saya belum bisa. Seiring waktu, saya mendapatkan banyak pengetahuan dari teman-teman yang lebih senior lainnya.

Saya mengidolakan beberapa teman-teman yang sudah terlebih dahulu berada di Proyek BlankOn. Mereka keren dan baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam hal-hal teknis. Namun umumnya, saya ingin seperti mereka. Contoh sederhana, saya ingin seperti pak Mdamt ataupun pak Fajran yang saat itu punya ‘mainan’ banyak. Bapak berdua itu juga tidak pelit dalam hal berbagi ilmu ataupun mainan.

Saya juga bermimpi bisa membawa para Pengembang BlankOn ke tingkat yang lebih tinggi sehingga yang tidak pinter seperti saya, bisa ikut maju dan menjadi orang yang bermanfaat bagi sekelilingnya.

Obsesi tersebut beraneka macam jalannya, salah seorang mantan atasan saya pernah bilang “pengguna linux itu nantinya harus keren, laptop pakai Mac, ndak pakai sandal jepit bulukan, dan kalo perlu punya Ducati”. Ujaran tersebut begitu mengena dan berusaha saya terapkan. Kesemuanya sudah terpenuhi kecuali yang terakhir (tapi punya yang kelas bawah). Hahaha.

Manfaat

Bagi saya, saya sudah menganggap BlankOn ini sebagai keluarga. Bisa juga ini menjadi sekte sendiri. Saya tidak gampang berteman dengan orang, namun dari BlankOn ini saya jadi memiliki banyak teman baik. Banyak teman banyak rezeki.

Selain itu, saya jadi dikenal banyak orang karena aktif sebagai Pengembang BlankOn, efek sampingnya, gampang mencari pekerjaan (dalam beberapa waktu, malah sering kelimpahan banyak pekerjaan).

Di dunia komunitas, rekan-rekan yang lebih berpengalaman mendorong saya dan yang lainnya untuk aktif ke proyek hulu (upstream). Menjadikan saya dan yang lainnya bisa ikut kontribusi dalam tingkatan dunia. Ketemu para pengembang dari berbagai negara, juga bisa berkunjung ke berbagai negara.

Saya tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini tanpa ada teman-teman Pengembang BlankOn.

Ah itu dulu dah yang terpikir setelah semalem mengumumkan pensiun menjadi Pengembang BlankOn. Kalau ada yang ditanyakan, bisa komentar di bawah.

🙂