Umroh

Belasan tahun lalu, saya tidak yakin akan bisa datang ke Haramain dan selalu kagum ke orang-orang yang bisa berhaji atau umrah di usia muda.

Semenjak kehidupan saya lebih baik, orang tua saya memaksa agar saya daftar haji. Namun saya masih menolak dengan banyak dalih (terutama terkait carut marutnya pengurusan haji). Saya juga melihat mereka seperti merindukan Makkah dan Madinah (walaupun belum pernah ke sana) dikarenakan tiap hari yang ditonton adalah TV Kabel yang menyiarkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi secara langsung. Tiap pulang ke Gresik, yang terpikir adalah segera memberangkatkan mereka umroh dan alhamdulillah sudah terpenuhi.

Sepulang dari umroh (saya kebetulan mendarat dari Singapore langsung menuju Bandara Juanda untuk menjemput mereka) mereka selalu menceritakan kesenangan dan kebahagiaan selama di sana. Yang paling sering terdengar adalah mereka merasa “ingin kembali ke sana”. Saya termasuk orang yang skeptis dengan hal-hal seperti ini. Sampai akhirnya saya merasakannya sendiri.

Akhir tahun lalu saya mengutarakan keinginan untuk melaksanakan umroh ke om Edwin, barangkali dia juga mau berangkat bersama dan kebetulan dia punya banyak relasi yang siapa tahun salah satunya punya travel yang menangani umroh. Dan memang benar tebakan saya.

Kenapa sama om Edwin? hmmm, saya ini tidak punya seorang saudara yang lebih tua, jadi sampai hari ini, dia lah yang saya anggap saudara tua sekaligus teman. Dan dalam kaitan dengan banyak hal yang bersifat pribadi dan emosional, saya percaya ke dia. Entah dia percaya ama saya apa enggak. Hahaha.

Kami resmi mendaftar pada APM Travel dan mengurus semua persyaratan saat awal tahun 2018 dan alhamdulillah semua lancar dan bisa berangkat 31 Januari 2018. Travelnya juga terpercaya!

Persiapan

Tidak ada persiapan yang super khusus selain hanya membeli baju-baju yang tahan dipakai untuk udara dingin. Karena kabarnya di Madinah suhunya cukup rendah. Persiapan personal, saya menahan diri untuk tidak gampang emosi sebelum berangkat.

Saya cukup beruntung karena bisa tidak memikirkan membeli oleh-oleh dikarenakan bapak dan ibu saya sudah pernah umroh, adek saya sudah pernah berangkat haji dan yang paling kecil sudah mampu untuk umroh sendiri. Jadi tidak ada beban untuk belanja oleh-oleh.

Tidak lupa saya juga menulis wasiat ke keluarga (ini kebiasaan jika pergi ke luar negeri).

Perjalanan

Rute yang diberikan memungkinkan saya transit di Kuala Lumpur dan para jamaah diajak keliling Kuala Lumpur secara singkat. Saat di bandara, barangkali karena tampang saya yang tidak islami (bercelana jeans, bersepatu kets serta berambut panjang dan warna merah), banyak orang yang “agak gimana” gitu ke saya. Entah takut ato apa. Saat di bandara Kuala Lumpur, saya memberikan ke arahan ke beberapa orang (terutama yang belum pernah ke luar negeri) terkait rute pengambilan bagasi namun banyak yang tidak percaya/tidak mau menurut. Jadinya ya ada beberapa grup orang yang tersesat. Puyeng!

Rombongan dapat kesempatan ke Menara Kembar Petronas dan Masjid Putrajaya. Saya tidak tertarik untuk banyak tingkah kali ini, karena khawatir niat ibadahnya terganggu. 😀

Twin Towers

Saat menuju Jeddah, saya mengalami sakit kepala dikarenakan rasa capek dan ngantuk yang super.

Tiba di Jeddah

Saat mendarat, drama dimulai, saya yang biasanya cuek dengan hal-hal yang berbau “sok religius” tiba-tiba merasakan hal yang berbeda. Yang sangat terasa adalah saya bersangat bersyukur akhirnya bisa menjejakkan kaki di Jeddah dan beberapa jam lagi bisa berkunjung ke kota Makkah.

Para rombongan mengambil miqat (memakai pakaian ihram dan niat umrah) di bandara. Selanjutnya rombongan menuju Makkah dengan menggunakan bus. Dengan perkiraan sampai Makkah dini hari.

Selama perjalanan, muthawwif memberikan banyak arahan dan penjelasan. Saya memutuskan untuk tidur saat muthawwif selesai memberikan arahan dan tiba-tiba terbangun karena tubuh saya terasa merinding.

Makkah

Saya terbangun saat muthawwif bilang bahwa kita sudah memasuki kota Makkah. Di situ perasaan saya bercampur aduk tidak karuan. Takut, senang, tidak bisa digambarkan. Saat masuk Masjidil Haram dan melihat Ka’bah pertama kali, saya merasa lemas. Padahal di hari-hari biasa, saya tidak membayangkan akan terjadi seperti ini. Ibu saya sendiri takut kalau saya tidak bisa melihat Ka’bah, mungkin dikarenakan kenakalan-kenakalan saya di masa lalu yang cukup bikin beliau menangis.

Saya menyempatkan melihat sekitaran Masjidil Haram, mempelajari situasi terutama arah balik ke hotel dari berbagai sisi. Biar kalau ada yang hilang atau tersesat, bisa membantu memberi petunjuk. Dan memang benar, ada yang tersesat.

Saya bersyukur memiliki teman sekamar orang-orang yang baik, setidaknya yang paling brengsek dan iseng mungkin saya. Tentunya saya yang paling muda. Kami sangat terkoordinir dan saling mengingatkan.

Oh iya, di Makkah, kartu gsm (roaming) yang paling sip adalah Telkomsel, om Edwin menggunakan Indosat namun berkali-kali sering tidak bisa terhubung internet. Penggunaan internet cukup membantu terutama buat acuan peta (google maps) serta komunikasi dengan jamaah lainnya. Untuk pribadi, saya biasanya melakukan video call sepulang jamaah shalat subuh dengan keluarga.

Suhu Makkah awal Februari cukup kondusif, panas pada siang hari, cukup sejuk/dingin di malam hari. Tapi tubuh ini masih bisa bertahan. Saya juga mencoba merasakan thawaf di lantai dua, yang menurut saya jaraknya mirip dengan kita mengitari stadion Pakansari di Cibinong. Bahkan saya dua kali thawaf di lantai dua. Yang terakhir gegara om Edwin. hahaha.

Alhamdulillah di Makkah semua berjalan lancar. Saya sempat merasakan shalat diimami oleh Syeikh Abdurrahman as-Sudais. Suaranya itu lho, legendaris!

Saya juga bisa melaksanakan beberapa ritual ibadah bersama rombongan, juga ritual ibadah sendiri (karena memang ingin menyendiri). Tidak banyak halangan berarti. Kendala terbesar saya adalah tumit dan beberapa bagian telapak kaki rasanya kayak terbakar. Mungkin karena sering “terbentur” marmer, atau juga “diperingatkan” karena jarang ke masjid.

Madinah

Kesan pertama saat tiba di Madinah adalah “keren”. Kota ini tertata rapi. Selanjutnya, suhunya dingin. Saya sampai di hotel sekitar isya’. Tidak bisa berjamaah isya’ di Masjid Nabawi, namun saya dan teman sekamar kabur setelah makan malam (makan malam di Makkah dan Madinah adalah setelah shalat isya’) untuk ke Masjid Nabawi. Sightseeing-lah serta ingin berkunjung ke makam Nabi.

Saya melihat salah satu peristiwa seorang kakek tua yang menggunakan dua tongkat untuk menyangga tubuhnya, dipersilahkan untuk masuk Raudhah tanpa antrian oleh para tentara penjaga masjid. Para tentara tersebut menanyai orang tua itu apakah sudah berkesempatan ke Raudhah atau belum, jika belum, dibantu/diantarkan ke sana. Kita semua tahu bahwa untuk masuk ke Raudhah, harus antri, antrinya jauh lebih tertib dibandingkan antri untuk mendekati Ka’bah atau mencium Hajar Aswad. Di hari berikutnya saya juga melihat kejadian yang mirip.

Saat shalat subuh, beneran maknyus dinginnya. Saya sampai menggunakan baju rangkap dan menggunakan mantel musim dingin. Mungkin sekitar 5 derajat celsius. Siangnya, sekitar jam 11, saya memantau suhunya berkisar antara 10 sampai 12 derajat celcius.

Di Madinah, karena saya punya rekan-rekan yang baik-baik, banyak hal-hal yang dimudahkan. Kami bisa di Raudhah kurang lebih dua jam, bisa berjamaah dzuhur di sana, serta saya sendiri sempat bersalaman dengan salah satu imam masjid Nabawi. Sepulang dari masjid, saya bisa tersenyum dan pamer ke teman-teman rombongan lainnya. Hehehe.

Saat di Makkah, saya tidak berminat sekalipun untuk membeli minyak wangi. Di kehidupan sehari-hari, saya juga tidak terbiasa menggunakan minyak wangi. Sangat berbeda dengan kebanyakan orang. Namun saat saya berhasil menyentuh Ka’bah, saya ingat betul harum baunya. Bahkan masih nempel di kain ihram saya saat sudah di Madinah. Beruntung, saat ngobrol dengan penjaga toko di depan Masjid Nabawi, secara tidak sengaja penjaga tersebut menyemprotkan minyak wangi yang harumnya sama dengan yang di Ka’bah. Saya dan om Edwin membelinya. Yang menarik adalah komposisinya terdiri dari bunga mawar Madinah, air zamzam dan zat pengawet tentu saja.

Apalagi Ya?

Hmm… Semoga bisa kesana lagi deh!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s