Penjual Sepatu

Kemarin sore, saya sempat berkunjung ke rumah penjual sepatu di daerah Cengkareng – Jakarta Barat. Saya tau penjual itu dari mbak Winendah Ayu Wulansari anak KPLI Bogor melalui jalur internet. Karena penasaran, jadilah saya ke rumah si penjual dengan maksud ingin tahu saja.

Rumah penjual itu cukup jauh kalau dari Cempaka Putih (sebelumnya saya ketemu orang di seputaran Cempaka Putih). Saya mengandalkan google maps di perangkat genggam android untuk menemukan rumah yang bersangkutan. Masuk-masuk gang kelinci (kecil) di mana mobil tidak bisa masuk (untung naik motor).

Saya sempat tanya-tanya ke warga sekitar untuk memastikan rumahnya, warga sekitar mengetahui kalau si penjual sepatu anak dari Ibu Yayuk sang penjual daging di mana suaminya telah meninggal dunia. Dan … ketemu rumahnya dan disambut dengan baik oleh si Ibu Yayuk tersebut. Beliau menjelaskan bahwa anaknya si Dwi (yang jual sepatu) sedang keluar.

Pertama kali saya mengenali si Ibu tersebut berusia di atas 45 tahun, mungkin 50-an, lebih tua dari Ibu saya. Selanjutnya saya mengenali aksen beliau sebagai aksen suku Jawa, dan beliau juga tanggap bahwa saya juga bersuku yang sama (padahal aksen Jawa saya banyak hilang, tapi ketahuan juga). Saya juga melihat foto si Dwi dan saya perkirakan seumuran saya atau 2 tahun lebih muda dari saya.

Rumahnya cukup sederhana, ruang tamu beralaskan karpet dan dipenuhi oleh sepatu yang terbungkus kotak. Ada juga yang sudah dibungkus rapi untuk dikirim ke pembeli. Dari pengamatan yang agak detail bergaya detektif, saya yakin bahwa mereka tiap hari menjual sepatu tersebut minimal 20 unit.

Otak kiri saya langsung bekerja secara otomatis. Saya memperkirakan keuntungan per unit sepatu adalah 20.000,- rupiah. Jadi 20.000 x 20 = 400.000 rupiah dalam sehari. WOW ini dua kali lebih gaji saya saat menjadi manajer IT di sebuah perusahaan swasta dengan beberapa kantor cabang (mungkin gaji saya saat itu emang kecil, makanya saya keluar).

Setelah urusan memilih sepatu selesai, saya berpamitan, dan si Ibu juga menjelaskan kalau beliau juga bersiap-siap mengirim sepatu ke biro pengiriman dengan bersepeda motor. Sepatu yang di angkut sekitar 25 pasang dalam kotak terbungkus rapi. Yang menarik  adalah si Ibu tersebut sudah siap-siap dengan bercelana jeans dan terlihat masih enerjik untuk usia 50 tahun.

Sepanjang jalan, sambil berkendara motor saya termenung dan berfikir serta bersyukur akan pengalaman hari ini, walau punggung rasanya capek sekali. Saya menyimpulkan bahwa selagi orang itu masih mau berusaha, rezeki pasti datang. Dan ketika kita berfikir usaha yang remeh itu tidak keren atau tidak ada hasilnya, justru usaha itu yang secara nyata lebih menghasilkan.

Salut dengan perjuangan si Ibu Yayuk dengan dua orang anaknya (1 laki-laki, 1 perempuan). Semoga Allah memberkahi kita semua yang masih mau untuk berusaha.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s