Kemiskinan dan IT

Sekitar tiga bulan yang lalu, saya masih belum percaya jikalau penduduk di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam masih ada yang miskin. Tetangga-tetangga ku di Banda Aceh, yang rumahnya paling jelekpun, masih punya 4 sepeda motor dan beberapa kerbau. Belom lagi emas seperti yang mereka sering ceritakan. Tapi Ternyata gambaran seperti itu salah. Salah total ketika saya sempat berkunjung ke Aceh Tengah.

Ketika disana, saya bisa tahu sendiri keadaan-keadaan kemiskinan di Aceh Tengah. Baik melalui cerita bergambar seorang pegawai PNS yang kebetulan kawan, juga melalui acara jalan-jalan bersama. Disana juga, saya sempat menemukan kawan yang adiknya tidak makan lebih dari satu hari. Sungguh aku belum pernah menemukannya.

Beberapa hari lalu, sebelum saya berada di Kota Langsa, ada seorang kawan dari sebuah komunitas IT yang pernah saya latih dalam menggunakan FOSS, aku ongkosin untuk datang ke tempat tinggalku di Banda Aceh. Saya dan istri tahu kalau kawan tersebut termasuk keluarga yang sangat tidak mampu. Saya ingin membuat dia senang karena dia belum pernah pun pergi mengunjungi kota Banda Aceh, belum pernah melihat laut ataupun hal-hal lain. Saya sengaja memberi dia uang untuk transportasi Takengon – Banda Aceh pulang pergi.

Selama satu hari, saya dan istri mengantar dia ke beberapa tempat seperti Museum Aceh, Lapangan Blang Padang, Masjid Raya dan yang terakhir ke Pantai Syiah Kuala. Satu hal yang lucu dan menyedihkan ketika kami semua di pantai. Teman itu bilang, “Air laut kok asin ya ? Apa laut di Jawa juga asin ? Terus laut di Medan juga asin ?”

Bagi saya pertanyaan itu lucu sekaligus menyedihkan. Saya tahu dia bukan anak yang bodoh dalam pelajaran sekolah. Namun, pengetahuannya akan dunia luar sangat minim dikarenakan kemiskinan keluarganya. Jangankan punya keinginan rekreasi ke Banda Aceh atau makan KFC, makan sehari-hari aja kadang kala masih absen.

Dari hal tersebut saya semakin memantabkan tekat untuk membantu mengenalkan Teknologi Informasi kepada orang miskin dan masyarakat kurang mampu, terutama untuk para guru yang sedang bertugas di daerah-daerah.

Point-point penting dalam mengadakan pengenalan Teknologi Informasi, melalui pembelajaran penggunaan komputer dan internet, adalah perangkat komputer, software atau aplikasi yang akan diajarkan, gedung, peserta dan pengajar.

Saya dan beberapa teman yang memiliki pengaruh penting di berbagai bidang seperti Bapak Zulfikar Ahmad yang menjabat sebagai Kabag. Telematika Aceh Tengah, Bapak Zaenal yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Gajah Putih, dan Komunitas Pelita (komunitas lokal yang bertugas sebagai eksekutor dalam pembelajaran IT untuk masyarakat).

Pemerintah sudah mau mendukung dengan membantu segala urusan birokrasi, akses internet, dan dukungan-dukungan lain seperti peminjaman perangkat komputer yang dibutuhkan ketika proses pengajaran. Fakultas Teknik UGP mendukung dengan meminjamkan laboratorium komputernya tanpa batas (asal tidak mengganggu jadwal pelajaran).

Untuk peserta, kita memiliki stok peserta yang sangat banyak, sehingga tidak perlu dikhawatirkan tidak ada peserta. Untuk pengajar, Komunitas Pelita, yang sejak awal dibentuk sudah berkomitmen untuk mendukung kegiatan pembelajaran IT untuk masyarakat, bertugas sebagai pengajar.

Point yang tidak kalah penting adalah aplikasi/software yang akan diajarkan. Aplikasi mendasar yang diajarkan untuk masyarakat pastilah cara menggunakan komputer, penggunaan sistem operasi, penggunaan aplikasi office, dan aplikasi multimedia. Kebiasaan umum, yang diajarkan pastilah MS Windows XP, MS Office, Winamp, Internet Explorer, dan beberapa aplikasi berlisensi lainnya. Entah itu aplikasinya asli ataupun bajakan. Menggunakan software bajakan, sampai kapan ? sampai kapan kita akan melanggar hukum ?

Karena kegiatan ini untuk pembelajaran masyarakat dengan dukungan dari pihak pemerintah serta lembaga pendidikan, ide untuk menggunakan software bajakan adalah hal yang memalukan dan tidak mendidik moral bangsa. Kalau beli software yang asli, satu komputer bisa menelan biaya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Teman-teman semua bisa membayangkan nilai uang ‘tiga juta rupiah’ tersebut bagi warga yang belum tentu bisa makan sehari-hari.

Pemilihan software legal tidaklah melulu menggunakan aplikasi yang berlisensi, aplikasi yang Free dan Open Source Software juga tersedia secara melimpah ruah dan hampir bisa dikatakan gratis. Aplikasi tersebut juga sudah lebih dari cukup untuk mendukung pembelajaran yang meliputi materi penggunaan desktop komputer, aplikasi office, aplikasi internet, multimedia, maupun aplikasi grafis.

Nilai uang yang dibutuhkan untuk membeli software tersebut hampir dikatakan 0, karena software-software tersebut dengan bebas kita download dan tidak bersifat kepemilikan (propertiary). Tidak memiliki lisensi yang mengikat atau membatasi penggunaannya. Dan orang yang berakal pastilah bisa memilihnya. 🙂 So, saya tidak perlu memberikan hitungan matematis perihal harga dan jumlah komputer serta biaya listrik ataupun internet.

Kata terakhir, saya mengutip omongan teman yang saya ceritakan di awal tadi, “Untung mas ya ada Linux, kalau saya harus bayar lisensi dan sebagainya, bagaimana saya bisa belajar komputer, bagaimana nasib orang-orang seperti keluarga saya ?”

7 thoughts on “Kemiskinan dan IT

  1. suatu hal yang sangat menarik untuk kemudian dapat membantu masyarakat kurang mampu untuk mengenal teknologi informasi lebih jauh.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s